PPK di Persimpangan Jalan: Berhenti ‘Mengalir’, Mulailah Mengendalikan dengan Strategi Manajerial
“Maju kena, mundur kena.” Ungkapan ini mungkin terasa begitu akrab bagi para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di seluruh Indonesia. Terjebak dalam labirin tanggung jawab yang maha berat, dari perencanaan hingga serah terima, banyak PPK merasa berada di persimpangan jalan—sebuah posisi genting di mana setiap langkah terasa berisiko. Diskusi pembuka bersama Master Nur Aliuddin dalam “Berbagi PENA AKSI” mengupas tuntas akar masalah ini: sebuah paradigma yang keliru bahwa proses pengadaan bisa dibiarkan “mengalir saja”.
Kenyataannya, paradigma pasif inilah yang justru menyeret PPK ke jurang risiko.
Mitos ‘Superhero’ dan Jebakan Bekerja Sendirian
Salah satu persepsi paling berbahaya adalah anggapan bahwa PPK adalah seorang superhero yang harus menanggung semua beban sendirian. Realitasnya, PPK yang bekerja tanpa tim, tanpa strategi, dan tanpa organisasi pengadaan yang solid ibarat seorang jenderal yang maju berperang tanpa pasukan. Mereka berperang melawan waktu, mutu, biaya, dan kualitas dengan tangan kosong.
Master Nur Aliuddin menegaskan bahwa kendala terbesar PPK seringkali bukan pada kurangnya regulasi, melainkan minimnya pemahaman dalam pengendalian dokumen kontrak dan pekerjaan di lapangan. Kelemahan ini membuat PPK rentan, mudah diintervensi, dan tidak memiliki “nilai jual” saat dihadapkan pada tekanan.
Mengubah Mindset: Dari ‘Reward’ Menjadi ‘Punishment’
Paradigma yang keliru juga tercermin dalam cara PPK memandang aturan. Contoh paling umum adalah soal pemberian kesempatan atau perpanjangan waktu kontrak. Banyak yang menganggapnya sebagai reward atau jalan keluar yang wajar. Padahal, seharusnya itu dipandang sebagai punishment—sebuah sanksi yang menandakan adanya kegagalan dalam perencanaan atau pelaksanaan. Mindset yang salah ini bisa berujung pada perencanaan keterlambatan yang disengaja.
Demikian pula dengan kata “dapat” dalam regulasi, misalnya “PPK dapat dibantu tim ahli”. Kata ini sering diartikan sebagai pilihan opsional yang tidak wajib. Padahal, bagi seorang manajer yang strategis, kata “dapat” adalah pintu seluas-luasnya untuk membangun pertahanan, mendelegasikan tugas, dan memitigasi risiko secara maksimal.
Jalan Keluar: PPK sebagai Manajer Strategis
Lalu, bagaimana PPK bisa keluar dari persimpangan jalan yang penuh risiko ini? Jawabannya adalah dengan melakukan transformasi total: dari pelaksana pasif menjadi manajer yang proaktif dan strategis.
- Bangun Organisasi Pengadaan: Jangan bekerja sendiri. Bentuk tim yang solid, berdayakan tim pendukung dan tim ahli. Manfaatkan setiap sumber daya yang diizinkan regulasi untuk memperkuat posisi Anda.
- Dokumentasikan Setiap Tahapan: Mitigasi risiko terbaik adalah dokumentasi yang rapi. Mulai dari identifikasi kebutuhan, survei pasar, hingga rapat-rapat persiapan, semuanya harus tercatat. Dokumentasi adalah bukti bahwa setiap keputusan diambil berdasarkan proses yang benar.
- Kuasai Kompetensi dan Terus Belajar: Di era digital, alasan untuk tidak belajar sudah tidak relevan. Manfaatkan kemudahan akses informasi seperti webinar gratis dan video edukasi untuk terus mengasah skill. Kompetensi adalah perisai utama untuk menangkal intervensi.
- Jadikan Integritas sebagai Kompas: Di atas semua strategi dan kompetensi teknis, ada niat (starting point) yang harus lurus. Ketika integritas menjadi pedoman, kebijakan-kebijakan yang menyimpang akan terpatahkan oleh prosedur dan aturan yang ditegakkan dengan konsisten.
Pada akhirnya, menjadi PPK bukanlah tentang membiarkan proses mengalir tanpa arah. Ini adalah tentang mengambil kendali, menyusun strategi, dan memimpin dengan integritas. Hanya dengan begitu, PPK dapat dengan percaya diri memilih jalan yang benar dan keluar dari persimpangan dengan selamat dan terhormat.


